UPALI SUTTA
Sumber
: Sutta Pitaka Majjhima Nikaya III,
1. Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Nalanda di Hutan Mangga
milik Pavarika.
2. Pada saat itu, Nigantha Nataputta
sedang berdiam di Nalanda dengan sekelompok besar suku Nigantha. Kemudian,
ketika seorang anggota suku Nigantha [bernama] Digha Tapassi578
berkelana untuk mengumpulkan dana makanan di Nalanda dan telah kembali, setelah
makan dia pun pergi ke Hutan Mangga Pavarika untuk menemui Yang
Terberkahi.[372] Dia bertukar sapa dengan Yang Terberkahi, dan setelah
percakapan yang sopan dan bersahabat ini selesai, dia berdiri di satu sisi.
Sementara dia berdiri di sana, Yang Terberkahi berkata kepadanya: “Ada tempat
duduk, Tapassi. Duduklah jika engkau mau.”
3. Ketika hal ini dikatakan, Digha
Tapassi mengambil tempat duduk yang rendah dan duduk di satu sisi. Kemudian Yang
Terberkahi bertanya kepadanya: “Tapassi, berapa banyak jenis tindakan yang
dijelaskan oleh Nigantha Nataputta untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk
perbuatan tindakan jahat?”
“Sahabat Gotama, Nigantha Nataputta
tidak biasa menggunakan penjelasan ‘tindakan, tindakan’; Nigantha Nataputta
biasanya menggunakan penjelasan ‘tongkat, tongkat.”
“Kalau demikian, Tapassi, berapa
banyak jenis tongkat yang dijelaskan oleh Nigantha Nataputta untuk pelaksanaan
tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat?”
“Sahabat Gotama, Nigantha Nataputta
menjelaskan tiga jenis tongkat untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk
perbuatan tindakan jahat; yaitu, tongkat jasmani, tongkat ucapan, dan tongkat
mental.”580
“Kalau demikian, Tapassi, bagaimana
ada tongkat jasmani, ada lagi tongkat ucapan, dan masih ada lagi tongkat
mental?”
“Tongkat jasmani adalah satu
tongkat, sahabat Gotama, tongkat ucapan adalah satu yang lain, dan tongkat
mental adalah satu yang lain lagi.”
“Dari antara tiga jenis tongkat ini,
Tapassi, yang demikian dianalisa dan dibedakan, jenis tongkat manakah yang
dijelaskan oleh Nigantha Nataputta sebagai yang paling pantas dicela untuk
pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat: tongkat jasmani
atau tongkat ucapan atau tongkat mental?”
“Dari antara tiga jenis tongkat ini,
sahabat Gotama, yang demikian dianalisa dan dibedakan, Nigantha Nataputta
menjelaskan tongkat jasmani sebagai yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan
tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat, dan tidak sebanyak tongkat ucapan
dan tongkat mental.”
“Apakah engkau mengatakan tongkat
jasmani, Tapassi?”
“Saya katakana tongkat jasmani,
sahabat Gotama.”
“Apakah engkau mengatakan tongkat
jasmani, Tapassi?”
“Saya katakan tongkat jasmani,
sahabat Gotama.”
“Apakah engkau mengatakan tongkat
jasmani, Tapassi?”
“Saya katakan tongkat jasmani,
sahabat Gotama.”
Demikianlah Yang Terberkahi membuat
Nigantha Digha Tapassi mempertahankan pernyataannya sampai ketiga kalinya.[373]
4. Kemudian Nigantha Digha Tapassi
bertanya kepada Yang Terberkahi: “Dan engkau, sahabat Gotama, berapa banyak
jenis tongkat yang engkau jelaskan untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk
perbuatan tindakan jahat?”
“Tapassi, Tathagaata tidak biasa
menggunakan penjelasan ‘tongkat,tongkat’; Tathagata biasanya menggunakan penjelasan
‘tindakan, tindakan.’”
“Tetapi, sahabat Gotama, berapa
banyak jenis tindakan yang engkau jelaskan untuk pelaksanaan tindakan jahat,
untuk perbuatan tindakan jahat?”
“Tapassi, aku menjelaskan tiga jenis
tindakan untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat;
yaitu, tindakan jasmani, tindakan ucapan, dan tindakan mental.”
“Kalau demikian, sahabat Gotama,
bagaimana ada tindakan jasmani, ada lagi tindakan ucapan, dan masih ada lagi
tindakan mental?”
“Tindakan jasmani adalah satu tindakan,
Tapassi, tindakan ucapan adalah satu yang lain, dan tindakan mental adalah satu
yang lain lagi.”
“Dari antara tiga jenis tindakan
ini, sahabat Gotama, yang demikian dianalisa dan dibedakan, jenis tindakan yang
mana yang engkau jelaskan sebagai yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan
tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat: tindakan jasmani atau tindakan
ucapan atau tindakan mental?”
“Dari antara tiga jenis tindakan
ini, Tapassi, yang demikian dianalisa dan dibedakan, aku jelaskan tindakan
mental sebagai yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat,
untuk perbuatan tindakan jahat, dan tidak sebanyak tindakan jasmani dan
tindakan ucapan.”581
“Apakah engkau mengatakan tindakan
mental, sahabat Gotama?”
“Aku katakan tindakan mental,
Tapassi.”
“Apakah engkau mengatakan tindakan
mental, sahabat Gotama?”
“Aku katakan tindakan mental,
Tapassi.”
“Apakah engkau mengatakan tindakan
mental, sahabat Gotama?”
“Aku katakana tindakan mental,
Tapassi.”
Demikianlah Nigantha Digha Tapassi
membuat Yang Terberkahi mempertahankan pernyataannya sampai ketiga kalinya.
Sesudah itu, dia pun bangkit dari
tempat duduknya dan pergi ke Nigantha Nataputta.
5. Pada waktu itu, Nigantha
Nataputta sedang duduk bersama dengan amat banyak umat dari Balaka. Dan di antara
mereka, yang paling terkemuka adalah Upali Nigantha Nataputta melihat Nigantha
Digha Tapassi datang dari jauh, dan kemudian bertanya kepadanya: “Dari mana
engkau datang di tengah hari ini, Tapassi?”
“Saya datang dari menjumpai petapa
Gotama, Yang Mulia.”
“Apakah engkau bercakap-cakap dengan
petapa Gotama, Tapassi?”[374]
“Saya bercakap-cakap dengan petapa
Gotama, Yang Mulia.”
“Seperti apa percakapanmu dengan
dia, Tapassi?”
Maka Nigantha Digha Tapassi
menceritakan kepada Nigantha Nataputta seluruh percakapannya dengan Yang
Terberkahi.
6. Ketika hal ini dikatakan,
Nigantha Nataputta berkata: “Bagus, bagus, Tapassi! Nigantha Digha Tapassi
telah menjawab petapa Gotama seperti siswa yang telah diajar dengan baik, yang
memahami ajaran gurunya dengan benar. Apa artinya tongkat mental yang kecil
bila dibandingkan dengan tongkat jasmani yang kasar? Justru sebaliknya, tongkat
jasmani adalah yang paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat,
untuk perbuatan tindakan jahat, dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat
mental.”
7. Ketika hal ini dikatakan,
perumah-tangga Upali berkata kepada Nigantha Nataputta: “Bagus, bagus, Yang
Mulia, [pada bagian] Digha Tapassi! Tuan Tapassi telah menjawab petapa Gotama
seperti siswa yang telah diajar dengan baik, yang memahami ajaran gurunya
dengan benar. Apa artinya tongkat mental yang kecil bila dibandingkan dengan
tongkat jasmani yang kasar? Justru sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang
paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan
jahat, dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental. Sekarang, Yang
Mulia, saya akan pergi dan menyangkal doktrin petapa Gotama berdasarkan
pernyataan ini. Jika petapa Gotama mempertahankan di depan saya apa yang telah
dipertahankan di depan Digha Tapassi, maka persis seperti seorang pria yang
kuat582 dapat menangkap kambing berbulu panjang pada bulunya dan
menyeretnya serta mengombang-ambingkannya ke sana kemari, demikian pula di
dalam perdebatan itu pun saya akan menyeret petapa Gotama serta mengombang-ambingkannya
ke sana kemari. Persis seperti pekerja tuak dapat melempar ayakan tuak yang
besar ke dalam tangki air yang dalam, dan dengan memegang pada sudut-sudutnya
dia dapat menyeretnya serta mengombang-ambingkannya ke sana kemari, demikian
pula di dalam perdebatan itu pun saya akan menyeret petapa Gotama serta
mengombang-ambingkannya ke sana kemari. Persis seperti pencampur tuak dapat
melempar saringan pada sudut-sudutnya dan menggoncangkannya ke bawah dan
menggoncangkannya ke atas serta memukulnya ke sana kemari, demikian pula di
dalam perdebatan itu pun saya akan menggoncang petapa Gotama ke bawah [375] dan
menggoncangkannya ke atas serta memukulnya ke sana kemari. Dan persis seperti
seekor gajah berumur enam puluh tahun mencebur ke kolam yang dalam dan
menikmati bermain-main dengan permainan mencuci-rami, demikian pula saya akan
menikmati bermain-main dengan permainan mencuci-rami dengan petapa Gotama. Yang
Mulia, saya akan pergi dan menyangkal doktrin petapa Gotama berdasarkan
pernyataan ini.”
“Pergilah, perumah-tangga, dan
sangkallah doktrin petapa Gotama berdasarkan pernyataan ini. Bisa saya sendiri
yang menyangkal doktrin petapa Gotama, tetapi bisa pula Nigantha Digha Tapassi
atau engkau sendiri.”
8. Ketika hal ini dikatakan,
Nigantha Digha Tapassi berkata kepada Nigantha Nataputta: “Yang Mulia, menurut
hemat saya, tidak seharusnya perumah-tangga Upali [mencoba] menyangkal doktrin
petapa Gotama. Petapa Gotama adalah seorang ahli sihir dan dia mengetahui sihir
untuk mengubah keyakinan siswa-siswa sekte lain.”
“Tidaklah mungkin, Tapassi, tidak
bisa terjadi bahwa perumah-tangga Upali akan beralih menjadi siswa di bawah
petapa Gotama; tetapi adalah mungkin, bisa terjadi bahwa petapa Gotama akan
beralih menjadi siswa di bawah perumah-tangga Upali. Pergilah, perumah-tangga,
dan sangkallah doktrin petapa Gotama. Bisa saya sendiri yang menyangkal doktrin
petapa Gotama, tetapi bisa pula Nigantha Digha Tapassi atau engkau sendiri.”
Untuk kedua kalinya… Untuk ketiga
kalinya, Nigantha Digha Tapassi berkata kepada Nigantha Nataputta: “Yang Mulia,
menurut hemat saya, tidak seharusnya perumah-tangga Upali [mencoba] menyangkal
doktrin petapa Gotama. Petapa Gotama adalah seorang ahli sihir dan dia
mengetahui sihir untuk mengubah keyakinan siswa-siswa sekte lain.”
“Tidaklah mungkin, Tapassi, tidak
bisa terjadi bahwa perumah-tangga Upali akan beralih menjadi siswa di bawah
petapa Gotama; tetapi adalah mungkin, bisa terjadi bahwa petapa Gotama akan
beralih menjadi siswa di bawah perumah-tangga Upali. Pergilah, perumah-tangga,
dan sangkallah doktrin petapa Gotama. Bisa saya sendiri yang menyangkal doktrin
petapa Gotama, tetapi bisa pula Nigantha Digha Tapassi atau engkau sendiri.”
9. “Ya, Yang Mulia,” jawab
perumah-tangga Upali, dan dia beranjak dari tempat duduknya. Setelah memberi
hormat kepada Nigantha Nataputta, dengan menjaga beliau di sisi kanannya, Upali
pun berangkat untuk menjumpai Yang Terberkahi di Hutan Mangga milik
Pavarika.[376] Di sana, setelah memberi hormat kepada Yang Terberkahi, dia
duduk di satu sisi dan bertanya kepada Yang Terberkahi: “Yang Mulia, apakah
Nigantha Digha Tapassi datang kemari?”
“Nigantha Digha Tapassi memang
datang kemari, perumah-tangga.”
“Yang Mulia, apakah engkau
bercakap-cakap dengan dia?” [374]
“Aku bercakap-cakap dengan dia, perumah-tangga.”
“Seperti apa percakapanmu dengan
dia, Yang Mulia?”
Maka Yang Terberkahi menjelaskan
kepada perumah-tangga Upali seluruh percakapannya dengan Nigantha Digha
Tapassi.
10. Ketika hal itu dikatakan,
perumah-tangga Upali berkata kepada Yang Terberkahi: “Bagus, bagus, Yang Mulia,
pada bagian Tapassi! Nigantha Digha Tapassi telah menjawab Yang Terberkahi
seperti siswa yang telah diajar denngan baik, yang memahami ajaran gurunya
dengan benar. Apa artinya tongkat mental yang kecil bila dibandingkan dengan
tongkat jasmani yang kasar? Justru sebaliknya, tongkat jasmani adalah yang
paling pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan
jahat, dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”
“Perumah-tangga, jika engkau akan
berdebat dengan landasan kebenaran, kita dapat melakukan percakapan mengenai
hal ini.
“Saya akan berdebat dengan landasan
kebenaran, Yang Mulia, jadi marilah kita melakukan percakapan mengenai hal
ini.”
11. “Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Di sini, seorang anggota suku Nighanta mungkin sengsara,
menderita, dan sakit keras [menderita suatu penyakit yang membutuhkan
pengobatan dengan air dingin, namun sumpahnya melarang hal ini]. Mungkin dia
menolak air dingin [walaupun secara mental dia menginginkannya], dan hanya
menggunakan air panas [yang diizinkan, sehingga dia menjaga sumpahnya secara
jasmani dan ucapan]. Karena dia tidak mendapat air dingin, dia mungkin mati.
Nah, perumah-tangga, menurut penjelasan Nigantha Nataputta, di manakah
[terjadinya] tumimbal-lahir orang itu?”
“Yang Mulia, ada dewa yang disebut
‘terikat-pikiran’; orang itu akan terlahir di sana. Mengapa demikian? Karena
ketika mati, dia masih terikat [oleh kemelekatan] didalam pikiran.”583
“Perumah-tangga, perumah-tangga,
perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakana sebelumnya tidak
cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau
katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun
engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat denngan landasan kebenaran,
Yang Mulia, jadi marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.’”
“Yang Mulia, walaupun Yang
terberkahi telah mengatakan demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling
pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat,
dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”584
12. “Bagaimana pendapatmu,[377]
perumah-tangga? Di sini, seorang anggota suku Nigantha mungkin terkendali
dengan empat tanda – dikekang oleh semua kekangan, dijepit oleh semua kekangan,
dibersihkan oleh semua kekangan, dan ditegaskan oleh semua kekangan.585
Walaupun demikian, ketika pergi dan kembali, dia menyebabkan kerusakan banyak
makhluk hidup yang kecil. Apa hasil yang dijelaskan oleh Nigantha Nataputta
untuknya?”
“Yang Mulia, Nigantha Nataputta
tidak menjelaskan apa yang tidak diniati sebagai yang amat pantas dicela.”
“Tetapi bila dia meniatinya,
perumah-tangga?”
“Maka hal itu amat pantas dicela,
Yang Mulia.”
“Tetapi, termasuk di dalam yang mana
[di antara tiga tongkat itu] yang dijelaskan Nigantha Nataputta sebagai yang
diniati, perumah-tangga?”
“Di bawah tongkat mental, Yang
Mulia.”
“Perumah-tangga, perumah-tangga,
perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak
cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau
katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun
engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran,
Yang Mulia, jadi marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.’”
“Yang Mulia, walaupun Yang
Terberkahi telah mengatakan demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling
pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbuatan tindakan jahat,
dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”
13. “Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Apakah kota Nalanda ini sukses dan sejahtera, apakah kota ini
banyak dan padat penduduknya?”
“Ya, Yang Mulia, itu benar.”
“Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Seandainya ada orang yang datang kemari sambil mengacungkan
pedang dan berkata demikian: ‘Dalam satu saat, dalam sekejap, saya akan membuat
semua makhluk hidup di kota Nalanda ini menjadi satu onggokan daging, menjadi
satu tumpukan daging.’ Bagaimana pendapatmu,perumah-tangga, apakah orang itu
akan bisa melakukannya?”
“Yang Mulia, sepuluh, duapuluh,
tigapuluh, empatpuluh, atau bahkan limapuluh orang tidak akan bisa membuat
semua makhluk hidup di kota Nalanda ini menjadi satu onggokan daging, menjadi
satu tumpukan daging dalam satu saat, dalam sekejap, jadi apa yang diandalkan
oleh satu orang yang remeh?”
“Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Seandainya ada petapa atau brahmana yang datang ke sini, yang
memiliki kekuatan kesaktian dan mencapai penguasaan pikiran, dan dia berkata demikian:
‘Saya akan mengubah kota Nalanda ini menjadi abu dengan satu tindakan mental
kebencian.’ Bagaimana pendapatmu, perumah-tangga, apakah orang itu akan bisa
melakukannya?”[378]
“Yang Mulia, petapa atau brahmana
yang memiliki kekuatan kesaktian dan mencapai penguasaan pikiran seperti itu
akan dapat mengubah sepuluh, duapuluh, tigapuluh, empatpuluh, atau bahkan
limapuluh kota Nalanda ini menjadi abu dengan satu tindakan mental kebencian,
jadi apa yang diandalkan oleh satu kota Nalanda yang kecil?”
“Perumah-tangga, perumah-tangga,
perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak
cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau
katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun
engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran,
Yang Mulia, jadi Marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.’”
“yang Mulia, walaupun Yang
Terberkahi telah mengatakan demikian, namun tongkat jasmani adalah yang paling
pantas dicela untuk pelaksanaan tindakan jahat, untuk perbutan tindakan jahat,
dan tidak sebanyak tongkat ucapan dan tongkat mental.”
14. “Bagaimana pendapatmu,
perumah-tangga? Apakah engkau telah mendengar bagaimana hutan-hutan Dandaka,
Kalingga, Mejjha, dan Matanga menjadi hutan?”587 – “Ya, Yang Mulia.”
– “Seperti yang engkau dengan, bagaimana mereka menjadi hutan?” – “Yang Mulia,
saya mendengar bahwa mereka menjadi hutan karena suatu tindakan mental
kebencian pada diri para menglihat.”
“Perumah-tangga, perumah-tangga,
perhatikan bagaimana engkau menjawab! Apa yang engkau katakan sebelumnya tidak
cocok dengan apa yang engkau katakan sesudahnya, begitu pula, apa yang engkau
katakan sesudahnya tidak cocok dengan apa yang engkau katakan sebelumnya. Namun
engkau membuat pernyataan ini: ‘Saya akan berdebat dengan landasan kebenaran,
Yang Mulia, jadi marilah kita melakukan percakapan mengenai hal ini.”
15. “Yang Mulia, saya merasa puas
dan senang dengan perumpamaan pertama Yang Terberkahi. Walaupun demikian,
tadinya saya pikir saya akan melawan Yang Terberkahi demikian karena saya ingin
mendengar Yang Terberkahi memberikan berbagai solusi bagi persoalan itu. Luar
biasa, Guru Gotama! Luar biasa, Guru Gotama! Guru Gotama telah membuat Dhamma
menjadi jelas dengan banyak cara, seakan-akan Beliau menegakkan kembali apa
yang tadinya terjungkir-balik, mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi,
menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat, atau memberikan penerangan di dalam
kegelapan bagi mereka yang mempunyai mata sehingga dapat melihat bentuk. Saya
pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para
bhikkhu. Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang
telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya.”
16. “Selidikilah dengan seksama,
perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau
menyelidiki dengan seksama.”
“Yang Mulia, saya bahkan merasa
lebih puas dan senang dengan Yang Terberkahi karena memberitahukan hal itu kepada
saya. Bagi kelompok-kelompok sekte lain, ketika memperoleh saya sebagai siswa
mereka, mereka akan membawa spanduk ke seluruh Nalanda dan mengumumkan:
‘Perumah-tangga Upali telah menjadi siswa di bawah kami.’ Tetapi sebaliknya,
Yang Terberkahi memberitahukan saya: ‘Selidikilah dengan seksama,
perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau
menyelidiki dengan seksama.’ Maka, untuk kedua kalinya, Yang Mulia, saya pergi
pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada sangha para
bhikkhu. Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang
telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya.”
17. “Perumah-tangga, keluargamu
sudah lama menopang para Nigantha dan engkau harus mempertimbangkan bahwa dana
makanan harus diberikan kepada mereka bila mereka datang.”
“Yang Mulia, saya bahkan merasa
lebih puas dan senang dengan Yang Terberkahi karena memberitahukan hal itu
kepada saya. Yang Mulia, saya telah mendengar kabar bahwa petapa Gotama berkata
demikian: ‘Pemberian harus diberikan hanya kepadaku; pemberian tidak boleh
diberikan kepada orang lain. Pemberian harus diberikan hanya kepada siswaku;
pemberian tidak boleh diberikan kepada siswa orang lain. Hanya apa yang
diberikan kepadaku saja yang sangat bermanfaat, bukan apa yang diberikan kepada
orang lain. Hanya apa yang diberikan kepada siswaku saja yang sangat bermanfaat
, bukan apa yang diberikan kepada siswa orang lain.’ Tetapi sebaliknya, Yang
Terberkahi bahkan mendorong saya untuk memberikan pemberian kepada para
Nigantha. Tetapi, kami akan mengetahui waktu untuk hal itu, Yang Mulia. Maka,
untuk ketiga kalinya, Yang Mulia, saya pergi pada Guru Gotama untuk
perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini
biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau
untuk perlindungan sepanjang hidup saya.”
18. Kemudian Yang Terberkahi memberi
perumah-tangga Upali ajaran awal, yaitu pembicaraan tentang berdana,
pembicaraan tentang moralitas, pembicaraan tentang surga-surga; Beliau
menjelaskan tentang bahaya, penurunan, dan kekotoran batin di dalam
kesenangan-kesenangan indera serta berkah dari meninggalkan keduniawian. Ketika
Beliau mengetahui bahwa pikiran perumah-tangga Upali [380] sudah siap, bisa
menerima, bebas dari penghalang, bersukacita, dan yakin, Beliau pun membabarkan
kepadanya ajaran yang khusus bagi para Buddha: penderitaan, asal mulanya,
berhentinya, dan Sang Jalan. Persis seperti sehelai kain bersih yang semua
tandanya telah dihilangkan akan meyerap warna secara rata, demikian pula,
sementara perumah-tangga Upali duduk di sana, visi Dhamma yang jernih dan
tanpa-noda muncul pada dirinya: “Semua yang terkena kemunculan akan terkena
penghentian.”588 Kemudian perumah-tangga Upali melihat Dhamma, mencapai
Dhamma, mengerti Dhamma: dia menyeberangi keraguan, menyingkirkan kebingungan,
memperoleh keberanian, dan menjadi mandiri terhadap yang lain di dalam Ajaran
Guru.589 Kemudian dia berkata kepada Yang Terberkahi: “Sekarang,
Yang Mulia, kami harus pergi. Kami sibuk dan ada banyak yang harus dikerjakan.”
“Sekaranglah waktunya,
perumah-tangga, untuk melakukan apa yang engkau pikir cocok.”
19. Kemudian perumah-tangga Upali,
setelah bergembira dan bersukacita di dalam kata-kata Yang Terberkahi, bangkit
dari tempat duduknya. Dan setelah memberi hormat Kepada Yang Terberkahi, dengan
menjaga Beliau di sisi kanannya, Upali pulang ke rumahnya sendiri. Di sana dia
menyapa penjaga pintunya demikian: “Penjaga pintu yang baik, sejak hari ini aku
menutup pintunya bagi para Nigantha dan Niganthi, dan aku membuka pintuku bagi
para bhikkhu, bhikkhuni, umat laki-laki, dan umat perempuan Yang Terberkahi.
Jika ada Nigantha yang datang, maka beritahukan kepadanya demikian: ‘Tunggu,
Yang Mulia, jangan masuk. Sejak hari ini perumah-tangga Upali telah pergi
menjadi siswa di bawah petapa Gotama. Dia telah menutup pintunya bagi para
Nigantha dan Niganthi, dan dia telah membuka pintunya bagi para bhikkhu,
bhikkhuni, umat laki-laki, dan umat perempuan Yang Terberkahi. Yang Mulia, jika
engkau membutuhkan dana makanan, tunggulah di sini; mereka akan membawanya
kepadamu di sini.” – “Ya, Yang Mulia,” jawab penjaga pintu itu.
20. Nigantha Digha Tapassi
mendengar: ‘Perumah-tangga Upali telah pergi menjadi siswa di bawah petapa
Gotama.” Kemudian dia pergi ke Nigantha Nataputta dan memberikan:
‘Perumah-tangga Upali telah pergi menjadi siswa di bawah petapa Gotama.’”
“Tidaklah mungkin, Tapassi, tidak
bisa terjadi bahwa perumah-tangga Upali akan beralih menjadi siswa di bawah
petapa Gotama; tetapi adalah mungkin, bisa terjadi bahwa petapa Gotama akan
beralih menjadi siswa dibawah perumah-tangga Upali.” [381]
Untuk kedua kalinya…Dan untuk ketiga
kalinya, Nigantha Digha Tapassi memberitahu Nigantha Nataputta: “Yang Mulia,
saya telah mendengar demikian: ‘Perumah-tangga Upali telah pergi menjadi siswa
di bawah petapa Gotama.’”
“Tidaklah mungkin, Tapassi, tidak
bisa terjadi…”
“Yang Mulia, saya akan pergi dan
mencari tahu apakah perumah-tangga Upali telah pergi menjadi siswa di bawah
petapa Gotama atau tidak.”
21. Kemudian Nigantha Digha Tapassi
pergi menuju rumah perumah-tangga Upali. Penjaga pintu melihatnya datang di
kejauhan dan memberitahukan dia: “Tunggu, Yang Mulia, jangan masuk. Sejak hari
ini perumah-tangga Upali telah pergi menjadi siswa di bawah petapa Gotama. Dia
telah menutup pintunya bagi para Nigantha dan Niganthi, dan dia telah membuka
pintunya bagi para bhikkhu, bhikkhuni, umat laki-laki, dan umat perempuan Yang
Terberkahi. Yang Mulia, jika engkau membutuhkan dana makanan, tunggulah di sini;
mereka akan membawanya kepadamu di sini.”
“Aku tidak membutuhkan dana makanan,
sahabat,” katanya. Lalu dia berbalik untuk pergi ke Nigantha Nataputta dan
memberitahukan: “Yang Mulia, sungguh sangat benar bahwa perumah-tangga Upali
telah pergi menjadi siswa di bawah petapa Gotama. Yang Mulia, saya tidak
memperoleh persetujuanmu ketika saya memberitahukan: ‘Yang Mulia, menurut hemat
saya, tidak seharusnya perumah-tangga Upali [mencoba] menyangkal doktrin petapa
Gotama. Petapa Gotama adalah seorang ahli sihir dan dia mengetahui sihir untuk
mengubah keyakinan siswa-siswa sekte lain.’ Dan kini, Yang Mulia,
perumah-tanggamu Upali telah diubah keyakinannya oleh petapa Gotama dengan
sihirnya!”
“Tidaklah mungkin, Tapassi, tidak
bisa terjadi bahwa perumah-tangga Upali akan beralih menjadi siswa di bawah
petapa Gotama; tetapi adalah mungkin, bisa terjadi bahwa petapa Gotama akan
beralih menjadi siswa di bawah perumah-tangga Upali.”[381]
Untuk kedua kalinya… Dan untuk
ketiga kalinya, Nigantha Digha Tapassi memberitahu Nigantha Nataputta: “Yang
Mulia sungguh sangat benar bahwa perumah-tangga Upali telah pergi menjadi siswa
di bawah petapa Gotama [382] … dengan sihirnya!”
“Tidaklah mungkin, Tapassi, tidak
bisa terjadi … bisa terjadi bahwa petapa Gotama akan beralih menjadi siswa di
bawah perumah-tangga Upali. Kini aku akan pergi sendiri dan mencaritahu apakah
perumah-tangga Upali telah pergi menjadi siswa di bawah petapa Gotama atau
tidak.”
22. Kemudian Nigantha Nataputta
pergi dengan sekelompok besar para Nigantha ke rumah perumah-tangga Upali.
Penjaga pintu melihatnya datang di kejauhan dan memberitahukan dia: “Tunggu,
Yang Mulia, jangan masuk. Sejak hari ini perumah-tangga Upali telah pergi
menjadi siswa di bawah petapa Gotama. Dia telah menutup pintunya bagi para Nigantha
dan Niganthi, dan dia telah membuka pintunya bagi para bhikkhu, bhikkhuni, umat
laki-laki, dan umat perempuan Yang Terberkahi. Yang Mulia, jika engkau
membutuhkan dana makanan, tunggulah di sini; mereka akan membawanya kepadamu di
sini.”
“Penjaga pintu yang baik, pergilah
pada perumah-tangga Upali dan beritahukan: ‘Yang Mulia, Nigantha Nataputta
sedang berdiri di gerbang luar dengan sekelompok besar para Nigantha; beliau
ingin bertemu denganmu.’”
“Ya, Yang Mulia,’ jawabnya. Lalu
penjaga pintu itu pergi pada perumah-tangga Upali dan beritahukan: “Yang Mulia,
Nigantha Nataputta sedang berdiri di gerbang luar dengan sekelompok besar para
Nigantha; beliau ingin bertemu denganmu.”
“Kalau demikian, penjaga pintu yang
baik, siapkanlah tempat duduk di aula pintu tengah.”
“Ya, Yang Mulia,” jawabnya. Setelah
selesai menyiapkan tempat duduk di aula pintu tengah, penjaga pintu itu kembali
ke perumah-tangga Upali dan memberitahukan: “Yang Mulia, tempat duduk telah
disiapkan di aula pintu tengah. Sekarang tiba waktunya untuk melakukan
sebagaimana yang tuan anggap cocok.”
23. Maka perumah-tangga Upali [383]
pergi ke aula pintu tengah dan duduk di tempat duduk yang paling tinggi, yang
terbaik, yang utama, yang paling unggul di sana. Lalu dia menyuruh penjaga
pintunya: “Sekarang, penjaga pintu yang baik, pergilah kepada Nigantha
Nataputta dan beritahukan: ‘Yang Mulia, perumah-tangga Upali berkata:
“Masuklah, Yang Mulia, jika engkau kehendaki.”’”
“Ya, Yang Mulia.” Jawabnya. Lalu dia
pergi pada Nigantha Nataputta dan memberitahukan: “Yang Mulia, perumah-tangga
Upali berkata: ‘Masuklah, Yang Mulia, jika engkau kehendaki.’”
Kemudian Nigantha Nataputta pergi
dengan sekelompok besar Nigantha ke aula pintu tengah.
24. Sebelumnya, bila perumah-tangga
Upali melihat Nigantha Nataputta datang dari kejauhan, dia akan keluar untuk
menjumpainya. Lalu dengan jubah luarnya dia akan membersihkan tempat duduk yang
paling tinggi, yang terbaik, yang utama, yang paling unggul di sana. Dan
setelah mengatur semuanya, dia pun mempersilahkan Nigantha Nataputta duduk di
sana. Tetapi sekarang, sementara duduk sendiri di tempat duduk yang paling
tinggi, yang terbaik, yang utama, yang paling unggul, perumah-tangga Upali
berkata kepada Nigantha Nataputta: “Yang Mulia, ada tempat duduk; duduklah bila
engkau menghendaki.”
25. Ketika hal ini dikatakan,
Nigantha Nataputta berkata: “Perumah-tangga, engkau sudah gila, engkau bodoh.
Ketika dulu engkau mohon diri untuk pergi, engkau berkata: ‘Yang Mulia, saya
akan menyangkal doktrin petapa Gotama,’ namun engkau telah kembali dengan
sepenuhnya terperangkap di dalam jala doktrin yang luas. Persis seperti orang
yang pergi untuk mengebiri seseorang tetapi kembali dalam keadaan terkebiri di
dua sisi, persis seperti orang yang pergi untuk merusak mata seseorang tetapi kembali
dengan dua matanya rusak; begitu pula engkau, perumah-tangga. Engkau pergi
dengan berkata: ‘Yang Mulia, saya akan menyangkal doktrin petapa Gotama,’ namun
engkau telah kembali sepenuhnya terperangkap di dalam jala doktrin yang luas.
Perumah-tangga, keyakinanmu telah diubah oleh petapa Gotama dengan sihirnya!”
26. “Sungguh membawa keberuntungan
sihir yang mengubah keyakinan itu, Yang Mulia, sungguh baik sihir yang mengubah
keyakinan itu!590 Yang Mulia, seandainya saja kaumku dan sanak
saudaraku yang terkasih harus diubah keyakinannya oleh pengubahan ini, maka hal
itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi kaumku dan sanak saudaraku
yang terkasih untuk waktu yang lama. Seandainya saja semua para mulia harus
diubah keyakinannya oleh pengubahan ini, maka hal itu akan membawa
kesejahteraan dan kebahagiaan bagi para mulia itu untuk waktu yang lama.[384]
Seandainya saja semua brahmana…semua pedagang…semua pekerja harus diubah
keyakinannya oleh pengubahan ini, maka hal itu akan membawa kesejahteraan dan
kebahagiaan bagi para pekerja itu untuk waktu yang lama. Seandainya saja dunia
dengan para dewanya, para Maranya, dan para Brahmanya, generasi ini dengan para
petapa dan brahmananya, pangerannya dan rakyatnya, harus diubah keyakinannya
oleh pengubahan ini, maka hal itu akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan
bagi dunia ini untuk waktu yang lama. Mengenai hal ini, Yang Mulia, saya akan
memberikan suatu perumpamaan; karena beberapa orang bijaksana di sini memahami
arti suatu pernyataan melalui perumpamaan.
27. “Yang Mulia, pada suatu ketika
ada seorang brahmana yang sudah tua, sudah berumur, dan dibebani usia. Dia
mempunyai istri seorang gadis brahmana muda yang hamil dan sudah mendekati
persalinan. Maka istrinya ini memberitahu dia: ‘Pergilah, brahmana, belilah
seekor kera muda di pasar dan bawalah kembali kepadaku sebagai teman bermain
bagi anakku.’ Brahmana itu menjawab: ‘Tunggu, nyonya, sampai engkau telah
melahirkan anak itu. Jika engkau melahirkan seorang anak lelaki, maka aku akan
membeli seekor kera jantan muda di pasar dan membawanya kembali kepadamu
sebagai teman bermain bagi anak lelakimu; tetapi jika engkau melahirkan seorang
anak perempuan, maka aku akan membeli seekor kera betina muda di pasar dan
membawanya kembali kepadamu sebagai teman bermain bagi anak perempuanmu.’ Untuk
kedua kalinya istrinya itu mengucapkan permohonan yang sama dan menerima
jawaban yang sama pula. Untuk ketiga kalinya istrinya itu mengucapkan
permohonan yang sama. Kemudian, karena pikirannya amat mencintai istrinya, brahmana
itu lalu pergi ke pasar, membeli seekor kera jantan muda, membawanya kembali
dan memberitahu istrinya:’ Aku telah membeli seekor kera jantan muda ini di
pasar [385] dan membawanya kembali kepadamu sebagai teman bermain bagi anak
lelakimu.’ Kemudian istrinya berkata: Pergilah, brahmana, bawalah kera jantan
muda ini ke Rattapani, putra tukang celup, dan katakan kepadanya: “Rattapani
yang baik, saya ingin agar kera jantan muda ini diberi warna yang disebut
kuning-salep, kemudian dipukul dan dipukul lagi, dan diratakan di dua
sisinya.”’ Maka, karena pikirannya amat mencintai istrinya, brahmana itu
membawa kera jantan muda itu ke Rattapani, putra tukang celup, dan berkata
kepadanya: ‘Rattapani yang baik, saya ingin agar kera jantan muda ini diberi
warna yang disebut kuning-salep, kemudian diketok dan diketok lagi, dan
dilicinkan di dua sisinya.’ Rattapani, putra tukang celup itu berkata
kepadanya: ‘Yang Mulia, kera jantan muda ini akan tahan menerima warna itu
tetapi tidak akan menerima ketokan dan pelicinan.’ Demikian pula, Yang Mulia,
doktrin Nigantha yang tolol itu akan menyenangkan orang-orang tolol tetapi
bukan orang-orang yang bijaksana, dan doktrin itu tidak akan tahan bila diuji
atau dilicinkan.
“Kemudian, Yang Mulia, pada saat
yang lain brahmana itu membawa seperangkat pakaian baru ke Rattapani, putra
tukang celup dan berkata kepadanya: ‘Rattapani yang baik, saya ingin agar
seperangkat pakaian baru ini diberi warna yang disebut kuning-salep, kemudian
dipukul dan dipukul lagi, dan diratakan di dua sisinya.’ Rattapani, putra
tukang celup itu berkata kepadanya: ‘Yang Mulia, seperangkat pakaian baru ini
akan tahan menerima warna dan pukulan dan pelicinan.’
Demikian pula, Yang Mulia, doktrin
Yang Terberkahi itu, yang telah mantap dan sepenuhnya tercerahkan, akan
menyenangkan orang-orang yang bijaksana tetapi bukan orang-orang tolol, dan
doktrin itu akan tahan bila diuji atau dilicinkan.”
28. “Perumah-tangga, majelis dan
raja mengenalmu demikian: ‘Perumah-tangga Upali adalah siswa Nigantha
Nataputta.’ Kami harus menganggapmu sebagai siswa siapa?”
Ketika hal itu dikatakan,
perumah-tangga Upali bangkit dari tempat duduknya, dan dengan mengatur jubah
atasnya pada satu bahu, [386] dia menyatukan kedua tangannya di dalam
penghormatan ke arah Yang Terberkahi, dan memberitahu Nigantha Nataputta:
29. “Dalam hal itu, Yang Mulia,
dengarkanlah siswa siapa saya ini:
Beliau adalah Yang Bijaksana, yang
telah membuang kebodohan,
Telah meninggalkan keliaran hati,591 pemenang pertempuran;
Beliau tidak mengenal kesedihan yang dalam, berpikiran imbang sempurna,
Matang di dalam moralitas, memiliki kebijaksanaan yang unggul;
Berada di luar segala cobaan,592 Beliau tanpa-noda:
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Bebas dari kebingungan, Beliau
berdiam dengan puas,
Menolak keuntungan dunia, bejana kegembiraan;
Makhluk manusia yang telah melakukan tugas petapa,
Manusia yang menanggung tubuh akhirnya;
Beliau sepenuhnya tanpa-tanding dan sepenuhnya tanpa-noda;
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Beliau bebas dari keraguan, dan
sungguh terampil,
Penertib dan pemimpin yang unggul
Tak ada yang melampaui sifat Beliau yang gemerlapan;
Tak diragukan lagi, Beliau adalah penerang;
Setelah memotong kesombongan, Beliau adalah pahlawan;
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Pemimpin kelompok, Beliau tidak
terukur,
Kedalaman Beliau tak diketahui, Beliau mencapai keheningan;593
Pemberi keamanan, pemilik pengetahuan,
Beliau berdiri di dalam Dhamma, terkendali di dalam diri;
Sesudah mengatasi semua ikatan, Beliau telah terbebas;
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Bergading tak-ternoda, yang hidup di
tempat sunyi,
Dengan belenggu yang semuanya telah hancur, sepenuhnya terbebas;
Terampil di dalam diskusi, memiliki kebijaksanaan,
Panji-panjinya telah diturunkan,594 Beliau tak lagi bernafsu;
Setelah menjinakkan dirinya sendiri, Beliau tak lagi berkembangbiak:595
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Penglihatan yang terbaik, 597
tanpa rencana penipuan,
Memperoleh tiga pengetahuan, mencapai kesucian;
Hatinya telah dibersihkan, ahli berkotbah,
Beliau hidup sepenuhnya tenang, penemu pengetahuan;
Yang pertama dari semua pemberi, Beliau sepenuhnya mampu:
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Beliau adalah Yang Mulia, yang
pikirannya telah berkembang,
Yang telah memperoleh tujuan dan membabarkan kebenaran:
Memiliki kewaspadaan dan pandangan terang yang menembus,
Beliau tidak condong ke depan maupun ke belakang;597
Bebas dari gangguan, mencapai keahlian:
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Beliau telah sejahtera secara benar
dan berdiam di dalam meditasi,
Tak terkotori di dalam diri, sempurna di dalam kemurnian:
Beliau tidak bergantung dan sepenuhnya tanpa-ketakutan,598
Hidup terpencil, mencapai puncaknya;
Setelah menyeberangi sendiri, Beliau membawa kita ke seberang:
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Memiliki ketenangan tertinggi,
dengan kebijaksanaan yang luas,
Manusia dengan kebijaksanaan yang besar, tanpa segala keserakahan;
Beliau adalah Tathagata, Beliau adalah Yang tertinggi,
Manusia tanpa-saingan, yang tiada banding;
Beliau pemberani, pandai di dalam segalanya:
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
Beliau telah menghancurkan nafsu dan
menjadi Yang Tercerahkan,
Bersih dari semua awan, sepenuhnya tak-ternoda;
Yang paling pantas menerima persembahan, yang paling bersemangat,
Manusia paling sempurna, di luar perhitungan;
Terbesar di dalam kemuliaan, mencapai puncak kebesaran:
Beliau adalah Yang Terberkahi, dan saya adalah siswa Beliau.
30. “Kapan engkau membuat hymne
pujian bagi petapa Gotama, perumah-tangga?”
“Yang Mulia, seandainya saja ada
setumpuk besar berbagai macam bunga, [387] dan kemudian seorang perangkai
kalung bunga yang pandai atau magangnya harus merangkainya menjadi kalung yang
beraneka warna; demikian pula, yang Mulia, Yang Terberkahi memiliki banyak
sifat yang pantas dipuji, beratus-ratus sifat yang pantas dipuji, Siapa, Yang
Mulia, yang tidak akan memuji yang pantas dipuji?”
31. “Kemudian, karena Nigantha
Nataputta tidak mampu menanggung penghormatan yang diberikan bagi Yang
Terberkahi, dari mulutnya599 darah panas pun menyembur di sana dan
pada waktu itu juga.
Catatan :
(578) Ini berarti “Petapa Bertubuh
Tinggi,” suatu nama yang diberikan kepadanya karena tinggi tubuhnya.
(579) Danda, yang aslinya berarti
ranting atau tiang, memperoleh arti tongkat sebagai alat hukuman, dan pada
akhirnya kemudian berarti hukuman atau penderitaan itu sendiri, walaupun tanpa
acuan pada suatu alat. Di sini,ide itu tampaknya disarankan bahwa kaumm Jain
menganggap kegiatan jasmani, ucapan, dan mental merupakan alat yang digunakan
individu untuk menyiksa dirinya sendiri dengan cara memperlama ikatannya di
dalam samsara dan menyiksa yang lain dengan cara menyebabkan mereka celaka.
(580) MA: Para Nigantha memegang
bahwa dua “tongkat” pertama itu menciptakan karma secara tidak bergantung dari
keterlibatan pikiran (acittaka) sebagaimana ketika angin bertiup, dahan-dahan
bergoyang dan dedaunan bersentuhan tanpa adanya inisiatif pikiran.
(581) Sang Buddha mungkin mengatakan
hal ini karena di dalam ajaran Beliau, niat atau kehendak (cetana), suatu
factor mental, merupakan bahan mentah karma yang amat penting, dan bila tidak
ada-yaitu, dalam kasus aktivitas jasmani atau ucapan yang tidak disengaja-tidak
ada karma yang diciptakan. Tetapi, MA mempertahankan bahwa Sang Buddha
mengatakan hal ini dengan mengacu pada pandangan salah dengan konsekuensi tetap
(niyata miccha ditthi), dan AN 1:18.3/i.33 dikutip untuk menopangnya: “Para
Bhikkhu, aku tidak melihat suatu pun yang begitu tercela seperti pandangan
salah. Pandangan salah adalah yang paling tercela dari semua hal.” Jenis-jenis
pandangan salah ini dijelaskan di MN 60.5, 13 dan 21.
(582) Seperti di MN 35.5.
(583) Penambahan-penambahan dalam
kurung di alinea sebelumnya disisipkan oleh NM, dan diberikan dari MA. NM, di
Ms, merumuskan argumennya demikian: Para Nigantha tidak diizinkan menggunakan
air dingin (karena mereka menganggapnya berisi makhluk hidup). Dengan menolak
air dingin secara jasmani dan ucapan, dia telah menjaga kemurnian perilaku
tubuh dan ucapannya murni, tetapi jika di dalam pikirannya dia merindukan air
dingin, perilaku mentalnya tidak murni, dan dengan demikian dia terlahir di
antara “dewa yang terikat-pikiran” (manosatta deva).
(584) Di§ 15 Upala mengakui bahwa
pada titik ini dia telah memperoleh keyakinan pada Sang Buddha. Tetapi, dia
terus melawan Beliau karena dia ingin mendengar berbagai solusi Sang Budda bagi
masalah itu.
(585) Pernyataan ini, di DN
2.29/i.57, dianggap berasal dari Nigantha Nataputta sendiri sebagai suatu
formulasi dari doktrin Jain. Nm menyatakan di Ms bahwa hal itu mungkin
menyangkut permainan kata pada kata vari, yang dapat berarti “air” maupun
“mengekang” (dari vareti, mencegah). Di dalam terjemahan saya dari Samannaphala
Sutta, Discourse on the Fruits of Recluseship, hal. 24, saya menerjemahkannya
berdasar pada komentar Digha sebagai berikut: “Seorang Nighantha dikekang
sehubungan dengan semua air; dia memiliki penghindaran semua kejahatan; dia
dibersihkan oleh penghindaran semua kejahatan; dia diliputi oleh penghindaran
semua kejahatan.” Walaupun pernyataan ini mengandung kepedulian untuk kemurnian
moral, nadanya jelas berbeda dari nada ajaran-ajaran Sang Buddha.
(586) Sang Buddha menunjukkan
kontradiksi di antara doktrin Jain, bahwa bahkan dengan tidak adanya niat,
“tongkat jasmani” merupakan yang paling patut di cela dari antara semuanya, dan
pernyataan mereka bahwa adanya niat itu mengubah secara signifikan sifat moral
dari suatu tindakan.
(587) Lihat Jat iii.463, v,133 dst.,
267; v.144;vi.389,v.267;v.144,267;Miln 130.
(588) MA: Mata Dhamma (dhammacakkhu)
merupakan jalan Pemasuk-Arus. Frasa “Semua yang terkena kemunculan terkena
penghentian” menunjukkan cara bagaimana sang jalan muncul. Sang Jalan mengambil
penghentian (Nibbana) sebagai objeknya, tetapi fungsinya adalah untuk menembus
semua keadaan yang terkondisi sebagai yang terkena kemunculan dan penghentian.
(589) “Dhamma” yang diacu di sini
adalah Empat Kebenaran Mulia. Setelah melihat kebenaran-kebenaran ini sendiri,
dia telah memotong belenggu keraguan dan sekarang memiliki “pandangan yang
mulia dan membebaskan dan (yang) membawa seseorang yang mempraktekkannya sesuai
dengannya menuju hancurnya penderitaan sepenuhnya” (MN 48.7).
(590) MA: Upali mengatakan hal ini
dengan mengacu pada jalan Pemasuk-Arus yang telah ditembusnya sebelumnya.
(591) Lihat MN 16.3-7.
(592) Edisi PTS dan SBJ berbunyi
vessantarassa; edisi BBS mengenang teks dan MA berbunyi vesamantarassa; MT
mendukung bacaan yang terdahulu. MA menjelaskan: “Dia telah mentransendenkan
keadaan jahat (visama) yaitu nafsu, dsb.”
(593) Monapattassa. “Kesunyian”
adalah kebijaksanaan, yang dihubungkan dengan muni, orang suci yang berdiam,
(594) “Panji-panji” adalah
kesombongan “aku ada.” Lihat MN 22.35.
(595) Nippapancassa. Lihat n.229.
(596) Isisattamassa. MA
menginterprestasikan hal ini sebagai “penglihatan ketujuh” – sesuai dengan
konsepsi brahmana tentang tujuh resi – dan mengartikannya sebagai mengacu pada
status Gotama sebagai Buddha ketujuh sejak Vipasi (lihat DN 14.14/ii.2).
Tetapi, lebih mungkin bila sattama disini merupakan bentuk superlative dari
sad, dan bahwa bentuk gabungan itu berarti “yang terbaik dari para penglihat.”
Ungkapan isi sattama terjadi di Sn 356, dan komentar terhadap syair itu
memungkinkan dua interpretasi itu, dengan menawarkan uttama sebagai penjelasan
dari sattama.
(597) Hal ini mengacu pada tidak
adanya kemelekatan dan penolakan.
(598) Nm menerjemahkan dari bacaan
alternative Siam yang diberikan di editsi BBS, appabhitassa, dengan menunjukkan
bahwa edisi PTS appahinassa tidak masuk akal di sini.
(599) MA: Kesedihan yang besar
muncul pada dirinya karena kehilangan penopang awamnya, dan hal ini menimbulkan
kekacauan di dalam tubuhnya yang membuatnya memuntahkan darah panas. Setelah
memuntahkan darah panas, hanya sedikit makhluk yang bisa bertahan hidup. Maka,
mereka mengusungnya ke Pava dengan tandu, dan tak lama kemudian dia meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar